Istilah impor dan ekspor mungkin bukan hal yang baru anda dengar saat ini, karena sejak SD kita sudah diajarkan apakah perdagangan ekspor impor itu, namun pernahkah anda mendengar mengenai jenis impor undername ? Jika anda pernah mendengar hal itu, tahukah anda apa yang dimaksud ? Untuk lebih jelas tentang impor undername, mari kita simak bahasan di bawah ini.
Impor barang secara undername yaitu kegiatan atau aktivitas membeli / memasukan barang dari luar negeri dengan menggunakan nama perusahaan lain yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Bea & Cukai serta memiliki izin resmi untuk melakukan kegiatan impor. Disini, perusahaan tersebut hanya bertindak sebagai pemberi nama saja, sedangkan pelakunya adalah perusahaan lain. Ada yang perlu diketahui mengenai tata cara penentuan perusahaan yang akan dipinjam namanya untuk kegiatan impor ini.
Sebelum melakukan deal pengiriman barang, perusahaan peminjam nama hendaknya konfirmasi terlebih dahulu kepada seller / supplier / shipper di luar negeri tentang perusahaan yang akan dipinjam namanya, beserta kedudukannya dalam perjanjian ini. Setelah pihak supplier menyatakan tak ada masalah, anda juga perlu konfirmasi lagi mengenai kelengkapan dokumen pengiriman seperti misalnyainvoice, packing list, bill of lading dan sebagainya. Yang terakhir, kita harus melakukan konfirmasi juga kepada perusahaan undername tentang kesiapan untuk melakukan proses importasi. Jika semua sudah siap, maka proses pengiriman barang ke Indonesia pun bisa dilakukan.
Setelah barang diterima di pelabuhan Indonesia, pihak freight forwarder akan bersiap-siap mengurus dokumen untuk customs clearance melalui sistem Electronic Data Interchange (EDI). Sistem ini mengharuskan agen forwarder untuk membayar bea masuk ke bank setelah itu melakukan pemberitahuan pabean tentang importasinya ke Bea Cukai dengan dilampiri dokumen – dokumen pendukung. Terdapat 3 kemungkinan proses / jalur pengeluaran barang yang akan ditempuh oleh perusahaan. Pertama yaitu green line (jalur hijau), dimana barang dapat langsung dikeluarkan dari kawasan pabean setelah dokumen-dokumennya diperiksa. Yang kedua yaitu Red Line (jalur merah) dimana barang harus diperiksa secara fisik oleh pihak bea cukai setelah itu baru bisa dikeluarkan dari kawasan pabean. Dan yang ketiga adalah Yellow Line yaitu proses pengeluaran barang memerlukan dokumen tambahan tertentu (sesuai dengan jenis barang). Setelah disetujui, maka barang sudah bisa kita ambil dengan dokumen SPPB (surat perintah pengeluaran barang). Setelah barang dikeluarkan, semua dokumen seperti slip pembayaran bea masuk, airway bill atau bill of lading, dll diserahkan freight forwarder ke perusahaan undername, sedangkan kopiannya diserahkan ke peminjam nama perusahaan tersebut.